Oleh: Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid.
A.
Perubahan akhlak bangsa
Bangsa
Indonesia
selama ini dikenal sebagai bangsa yang agamis dan santun. Akan tetapi,
kenyataan sekarang telah berubah. Pergaulan sopan dan santun dahulu, telah
berganti dengan pergaulan kasar, keras, dan sadis. Empat puluh tahun yang
lampau, anak hormat dan takut kepada orang tuanya. Anak didik kagum terhadap
gurunya. Para remaja segan kepada orang yang
pangkat abangnya dan orang dewasa. Rasa malu melanggar adat istiadat tinggi.
Kepentingan umum didahulukan atas kepentingan pribadi. Tegur sapa berlangsung
dengan tutur bahasa yang santun. Sebaliknya, sekarang hormat dan kagum terhadap
orang tua sudah berganti dengan sikap cuek dan bangkang. Bahkan, anak berbalik
membentak dan mengancam ayah dan ibunya. Orang tua justru mengambil hati
anaknya agar jangan marah dan membentaknya. Remaja merasa keberatan ditegur
orang dewasa. Rasa malu sama sekali sudah hilang. Jalan umum ditutup untuk
kepentingan pesta perkawinan. Di mana-mana orang mudah mengucapkan kata-kata
kotor. Tidak perduli, orang tua atau orang terhormat diejek. Sungguh kenyataan
yang memilukan hati. Sendi-sendi budi pekerti dan sopan santun telah runtuh di
tengah-tengah bangsa yang mayoritas beragama Islam.
B.
Akhlak sebagai Faktor
Menentukan Kejayaan
Inti
risalah Nabi Muhammad saw. menyempurnakan akhalak mulia. Nabi saw. bersabda,
وما بعثت الا لأتمم مكارم الأخلاق.
“Sesungguhnya,
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. al-Baihaqi).
Akhlak
atau budi pekerti bukan hanya masalah hubungan pribadi. Akhlak sangat
manentukan jatuh mundurnya suatu bangsa. Dari dahulu sampai sekarang, sejarah
menunjukkan bahwa keruntuhan suatu bangsa banyak ditentukan oleh faktor akhlak.
Alquran telah mengisahkan runtuhnya umat-umat masa lampau karena bobroknya
akhlak mereka, seperti kaum Ad, kaum Samud, dan pemduduk negeri Sabak.
Keruntuhan Dinasti Bani Umayyah dan Dinasti Bani Abbas banyak disebabkan karena
tindakan para khalifahnya yang hidup berfoya-foya dan memperturutkan hawa nafsu
mereka. Sekarang pun bangsa Indonesia
terjerembab ke dalam jurang multi dimensi krisis yang berpangkal dari
kehancuran akhlak, yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme. Telah banyak upaya
dilakukan untuk membangkitkan kembali kehidupan bangsa ini, namun belum membawa
hasil yang berarti. Diperkirakan, usaha ini belum berhasil oleh karena korupsi
masih terus meraja lela. Selain itu, kemaksiatan terus hidup. Filim-film porno,
adegan-adegan sadis, praktek-praktek pergaulan bebas terus ditayangkan melalui
TV, VCD, dan media cetak. Demikian juga tempat prostitusi, judi, dan transaksi
narkoba tersedia. Semua ini merangsang remaja memasuki kehidupan dunia hitam.
Padahal, akibatnya tidak hanya akan dirasakan pelakunya, tetapi juga melanda
orang lain secara umum. Firman Allah dalam surat al-Anfal, ayat 25,
واتقوا فتنة لا تصيبن الذين ظلموا منكم
خآصة....
“Takutlah kamu akan cobaan yang tidak hanya melanda
orang-orang zalim saja dari kamu.”
Sejalan
dengan ini seorang pujangga Mesir, Syauki Bek berkata, “Suatu bangsa akan
hidup selama mereka memiliki akhlak mulia. Bangsa itu akan runtuh jika akhlak
mereka sudah hancur.”
C.
Akhlak yang Terabaikan
Salah
satu kebobrokan akhlak sekarang ini adalah hilangnya rasa malu. Padahal, hadis
Rasul saw. riwayat Muslim dan at-Tirmizi, “Rasa malu adalah bagian dari iman.”
Dalam riwayat Muslim dan Abu Dawud, Rasul saw. bersabda, “Rasa malu itu
semuanya kebaikan.” Rasa malu berfungsi mengontrol manusia dari melakukan
pelanggaran. Karena hilangnya rasa malu, manusia sekarang berani melakukan
maksiat di depan orang banyak yang kadang-kadang sudah sampai kepada semacam
pelecehan dan penghinaan terhadap orang-orang tua dan masyarakat. Pergaulan
muda-mudi misalnya sudah cenderung bebas. Cara berpakaian seksi dan membuka
aurat menjadi model kemajuan. Pada tahun 70-an ciuman di depan orang lain di
Indonesia dipandang tabu, sedang sekarang dipandang sebagai perbuatan sah-sah
saja. Pergaulan muda-mudi dan cara berpakaian masyarakat Islam di Indonesia
sudah hampir menyamai pergaulan dan berpakaian orang yang tak beragama di
Barat. Lebih dari itu, cara hidup yang berbeda dari cara Barat dianggap kolot dan
kampungan. Cara berpikir seperti ini sungguh memprihatinkan kita. Namun, inilah
salah satu pengaruh buruk dari kemajuan teknologi dan pergaulan global.
Padahal, dalam Islam jelas wajib menutup aurat dan haram berdua-duaan antara
laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
Akhlak
buruk lain yang banyak dirasakan dalam pergaulan dewasa ini adalah kebiasaan
merokok tanpa menghiraukan kegelisahan orang yang duduk di sampingnya. Merokok
di tempat yang dilarang merokok atau dekat orang yang tidak perokok adalah
tindakan yang tidak sopan dan mengganggu kenyamanan orang lain. Para ahli mengatakan bahwa perokok pasif lebih berbahaya
daripada perokok aktif. Sebab, perokok aktif sudah memiliki kekebalan terhadap
nikotin rokok sampai batas-batas tertentu karena sudah terbiasa. Sementara
orang yang tidak perokok sangat sensitif terhadap pengaruh rokok tersebut.
Semua orang mengetahui dan mengakui bahaya rokok terhadap kesehatan. Nabi saw.
bersabda, “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh
membahayakan diri orang lain.”
Hal
lain yang selalu mengusik kenyamanan umum adalah praktek menutup jalan umum
untuk kepentingan pribadi atau kelompok, seperti pesta keluarga dan peresmian
organisasi. Mengenai penggunaan jalan umum Nabi saw bersabda, “Janganlah
kamu duduk-duduk di jalan. Jika kamu enggan kecuali memiliki majlis-majlis di
jalan maka berikanlah hak jalan, yaitu memejamkan mata, tidak mengganggu,
membalas salam, menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat jahat. (HR.
al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad). Di ujung hadis tentang 73 cabang iman
riwayat Muslim dan Ibn Majah, Nabi saw. berkata, “Dan menyingkirkan gangguan
dari jalan adalah sedekah.”
Dalam
hadis-hadis ini, Nabi saw. secara eksplisit melarang orang duduk-duduk di
jalan. Duduk saja dilarang, tentunya menutup jalan lebih dilarang lagi karena
hal itu mengganggu kepentingan umum. Demikian rincinya ajaran akhlak atau budi
pekerti dalam Islam. Bahkan, pengajaran akhlak belum pernah terhenti di
sekolah-sekolah Islam. Demikian juga di majlis-majlis taklim persoalan akhlak
merupakan isu sentral dalam ceramah-ceramah yang disajikan para muballig dan
dai. Namun, justru nilai akhlak cenderung menurun. Karena melihat persoalan
moral yang memporak-porandakan kehidupan berbangsa, pemerintah RI telah mulai
menghidupkan kembali pendidikan budi pekerti di sekolah-sekolah dasar dan
menengah. Ada
82 nilai positif yang hendak ditanamkan ke dalam jiwa anak didik, seperti
beriman, saleh, berdisiplin, dan bekerja keras. Sebaliknya, 60 nilai negatif
yang hendak dihapuskan dari jiwa anak didik, seperti sombong, keras kepala,
dengki, serakah, dan curang. Namun, banyak pengamat yang merasa pesimis akan
keberhasilan pendidikan budi pekerti ini. Sebab, penyampaiannya dengan
menompangkannya dalam pendidikan agama, pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, serta pengajaran bahasa dan sastra, bukan pengajaran yang
berdiri sendiri. Pendidikan yang memiliki buku teks, alokasi waktu, waktu,
guru, sistem penilaian yang tersendiri saja masih diragukan keberhasilannya.
Tentunya keberhasilan pendidikan yang ditompang-tompangkan lebih diragukan
lagi. Selain itu, dalam teori, pendidikan berlangsung secara simultan di
sekolah, lingkungan keluarga, dan masyarakat. Sementara kondisi masyarakat dan
lingkungan keluarga dewasa ini tidak menunjang, bahkan sebaliknya menggerogoti
norma-norma kesantunan yang ada selama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar