Halaman

Senin, 30 April 2012

KEMUTLAKAN AKHLAK BAGI KENYAMANAN HIDUP MASYARAKAT



Oleh: Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid.


A.    Perubahan akhlak bangsa

Bangsa Indonesia selama ini dikenal sebagai bangsa yang agamis dan santun. Akan tetapi, kenyataan sekarang telah berubah. Pergaulan sopan dan santun dahulu, telah berganti dengan pergaulan kasar, keras, dan sadis. Empat puluh tahun yang lampau, anak hormat dan takut kepada orang tuanya. Anak didik kagum terhadap gurunya. Para remaja segan kepada orang yang pangkat abangnya dan orang dewasa. Rasa malu melanggar adat istiadat tinggi. Kepentingan umum didahulukan atas kepentingan pribadi. Tegur sapa berlangsung dengan tutur bahasa yang santun. Sebaliknya, sekarang hormat dan kagum terhadap orang tua sudah berganti dengan sikap cuek dan bangkang. Bahkan, anak berbalik membentak dan mengancam ayah dan ibunya. Orang tua justru mengambil hati anaknya agar jangan marah dan membentaknya. Remaja merasa keberatan ditegur orang dewasa. Rasa malu sama sekali sudah hilang. Jalan umum ditutup untuk kepentingan pesta perkawinan. Di mana-mana orang mudah mengucapkan kata-kata kotor. Tidak perduli, orang tua atau orang terhormat diejek. Sungguh kenyataan yang memilukan hati. Sendi-sendi budi pekerti dan sopan santun telah runtuh di tengah-tengah bangsa yang mayoritas beragama Islam.

B.     Akhlak sebagai Faktor Menentukan Kejayaan

Inti risalah Nabi Muhammad saw. menyempurnakan akhalak mulia. Nabi saw. bersabda,

وما بعثت الا لأتمم مكارم الأخلاق.

Sesungguhnya, aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. al-Baihaqi).

Akhlak atau budi pekerti bukan hanya masalah hubungan pribadi. Akhlak sangat manentukan jatuh mundurnya suatu bangsa. Dari dahulu sampai sekarang, sejarah menunjukkan bahwa keruntuhan suatu bangsa banyak ditentukan oleh faktor akhlak. Alquran telah mengisahkan runtuhnya umat-umat masa lampau karena bobroknya akhlak mereka, seperti kaum Ad, kaum Samud, dan pemduduk negeri Sabak. Keruntuhan Dinasti Bani Umayyah dan Dinasti Bani Abbas banyak disebabkan karena tindakan para khalifahnya yang hidup berfoya-foya dan memperturutkan hawa nafsu mereka. Sekarang pun bangsa Indonesia terjerembab ke dalam jurang multi dimensi krisis yang berpangkal dari kehancuran akhlak, yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme. Telah banyak upaya dilakukan untuk membangkitkan kembali kehidupan bangsa ini, namun belum membawa hasil yang berarti. Diperkirakan, usaha ini belum berhasil oleh karena korupsi masih terus meraja lela. Selain itu, kemaksiatan terus hidup. Filim-film porno, adegan-adegan sadis, praktek-praktek pergaulan bebas terus ditayangkan melalui TV, VCD, dan media cetak. Demikian juga tempat prostitusi, judi, dan transaksi narkoba tersedia. Semua ini merangsang remaja memasuki kehidupan dunia hitam. Padahal, akibatnya tidak hanya akan dirasakan pelakunya, tetapi juga melanda orang lain secara umum. Firman Allah dalam surat al-Anfal, ayat 25,

واتقوا فتنة لا تصيبن الذين ظلموا منكم خآصة....

Takutlah kamu akan cobaan yang tidak hanya melanda orang-orang zalim saja dari kamu.”

Sejalan dengan ini seorang pujangga Mesir, Syauki Bek berkata, “Suatu bangsa akan hidup selama mereka memiliki akhlak mulia. Bangsa itu akan runtuh jika akhlak mereka sudah hancur.” 


C.    Akhlak yang Terabaikan

Salah satu kebobrokan akhlak sekarang ini adalah hilangnya rasa malu. Padahal, hadis Rasul saw. riwayat Muslim dan at-Tirmizi, “Rasa malu adalah bagian dari iman.” Dalam riwayat Muslim dan Abu Dawud, Rasul saw. bersabda, “Rasa malu itu semuanya kebaikan.” Rasa malu berfungsi mengontrol manusia dari melakukan pelanggaran. Karena hilangnya rasa malu, manusia sekarang berani melakukan maksiat di depan orang banyak yang kadang-kadang sudah sampai kepada semacam pelecehan dan penghinaan terhadap orang-orang tua dan masyarakat. Pergaulan muda-mudi misalnya sudah cenderung bebas. Cara berpakaian seksi dan membuka aurat menjadi model kemajuan. Pada tahun 70-an ciuman di depan orang lain di Indonesia dipandang tabu, sedang sekarang dipandang sebagai perbuatan sah-sah saja. Pergaulan muda-mudi dan cara berpakaian masyarakat Islam di Indonesia sudah hampir menyamai pergaulan dan berpakaian orang yang tak beragama di Barat. Lebih dari itu, cara hidup yang berbeda dari cara Barat dianggap kolot dan kampungan. Cara berpikir seperti ini sungguh memprihatinkan kita. Namun, inilah salah satu pengaruh buruk dari kemajuan teknologi dan pergaulan global. Padahal, dalam Islam jelas wajib menutup aurat dan haram berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.

Akhlak buruk lain yang banyak dirasakan dalam pergaulan dewasa ini adalah kebiasaan merokok tanpa menghiraukan kegelisahan orang yang duduk di sampingnya. Merokok di tempat yang dilarang merokok atau dekat orang yang tidak perokok adalah tindakan yang tidak sopan dan mengganggu kenyamanan orang lain. Para ahli mengatakan bahwa perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif. Sebab, perokok aktif sudah memiliki kekebalan terhadap nikotin rokok sampai batas-batas tertentu karena sudah terbiasa. Sementara orang yang tidak perokok sangat sensitif terhadap pengaruh rokok tersebut. Semua orang mengetahui dan mengakui bahaya rokok terhadap kesehatan. Nabi saw. bersabda, “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan diri orang lain.”

Hal lain yang selalu mengusik kenyamanan umum adalah praktek menutup jalan umum untuk kepentingan pribadi atau kelompok, seperti pesta keluarga dan peresmian organisasi. Mengenai penggunaan jalan umum Nabi saw bersabda, “Janganlah kamu duduk-duduk di jalan. Jika kamu enggan kecuali memiliki majlis-majlis di jalan maka berikanlah hak jalan, yaitu memejamkan mata, tidak mengganggu, membalas salam, menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat jahat. (HR. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad). Di ujung hadis tentang 73 cabang iman riwayat Muslim dan Ibn Majah, Nabi saw. berkata, “Dan menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah.”

Dalam hadis-hadis ini, Nabi saw. secara eksplisit melarang orang duduk-duduk di jalan. Duduk saja dilarang, tentunya menutup jalan lebih dilarang lagi karena hal itu mengganggu kepentingan umum. Demikian rincinya ajaran akhlak atau budi pekerti dalam Islam. Bahkan, pengajaran akhlak belum pernah terhenti di sekolah-sekolah Islam. Demikian juga di majlis-majlis taklim persoalan akhlak merupakan isu sentral dalam ceramah-ceramah yang disajikan para muballig dan dai. Namun, justru nilai akhlak cenderung menurun. Karena melihat persoalan moral yang memporak-porandakan kehidupan berbangsa, pemerintah RI telah mulai menghidupkan kembali pendidikan budi pekerti di sekolah-sekolah dasar dan menengah. Ada 82 nilai positif yang hendak ditanamkan ke dalam jiwa anak didik, seperti beriman, saleh, berdisiplin, dan bekerja keras. Sebaliknya, 60 nilai negatif yang hendak dihapuskan dari jiwa anak didik, seperti sombong, keras kepala, dengki, serakah, dan curang. Namun, banyak pengamat yang merasa pesimis akan keberhasilan pendidikan budi pekerti ini. Sebab, penyampaiannya dengan menompangkannya dalam pendidikan agama, pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, serta pengajaran bahasa dan sastra, bukan pengajaran yang berdiri sendiri. Pendidikan yang memiliki buku teks, alokasi waktu, waktu, guru, sistem penilaian yang tersendiri saja masih diragukan keberhasilannya. Tentunya keberhasilan pendidikan yang ditompang-tompangkan lebih diragukan lagi. Selain itu, dalam teori, pendidikan berlangsung secara simultan di sekolah, lingkungan keluarga, dan masyarakat. Sementara kondisi masyarakat dan lingkungan keluarga dewasa ini tidak menunjang, bahkan sebaliknya menggerogoti norma-norma kesantunan yang ada selama ini.           










Tidak ada komentar:

Posting Komentar