Halaman

Rabu, 29 Agustus 2012

WORKSHOP KELUARGA SAKINAH


KELUARGA SAKINAH:
BUKU NIKAH ADA KELUARGA TERJAGA


Humas Menag Medan (Kamis, 21/6).
Pernikahan dalam Islam mempunyai komitmen ganda, yaitu vertikal dan horizontal. Komitmen vertikal adalah bagaimana pernikahan dapat dijadikan sebagai sarana pengabdian terhadap Allah swt. Sedangkan komitmen horizontal adalah bagaimana pernikahan dapat mewujudkan kemaslahatan di antara anggota keluarga sebagai manifestasi fungsi kekhalifahan di muka bumi. Keluarga sakinah adalah satu kunci sukses bagi umat Islam yang mengarungi kehidupan rumah tangga. Keluarga sakinah merupakan “keluarga bahagia” impian setiap orang; di mana relasi antara suami dan istri yang adil dan setara adalah unsur pokoknya. [TOR Workshop Pengembangan Wawasan Keluarga Sakinah].
“Sebagaimana kita sama-sama mengetahui bahwa setiap orang memasuki pintu gerbang kehidupan berkeluarga harus melalui pintu perkawinan. Dan setiap perkawinan rumah tangga selalu menginginkan rumah tangga yang bahagia lahir dan batin, yang dikenal dengan keluarga sakinah mawaddah warahmah. Dan dari keluarga sakinah inilah kelak akan terwujud masyarakat yang rukun, damai dan sejahtera,” kata Ka. Kankemenag Kota Medan H. Iwan Zulhami, SH., M.AP. pada acara Workshop Pengembangan Wawasan Keluarga Sakinah Berperspektif Kesetaraan Bagi Penghulu, Konsultan BP4, dan Penyuluh Tahun 2012, tanggal 21-23 Juni 2012 di Hotel Inna Dharma Deli Medan.
Dalam pembentukan keluarga sakinah, tentu suami dan istri yang memegang peranan utama dalam keluarga. Sehingga sebuah rumah tangga harus dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai dengan ajaran Islam. Dan yang paling sederhana, sebagai pegangan kita dalam membina keluarga sakinah adalah ungkapan “Bukuh Nikah Ada Rumah Tangga Terjaga,” jelas Iwan Zulhami.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, untuk membangun keluarga sakinah diperlukan pemahaman atau pandangan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang setara. Selain itu juga, perlu ditanamkan ke dalam pemikiran masyarakat bahwa pernikahan tanpa pencatatan yang resmi dan tanpa persyaratan yang lengkap sesuai dengan hukum syara’ dan peraturan perundangan-undangan yang beerlaku akan mengakibatkan rusaknya kesucian dan terancamnya kelestarian  pernikahan itu (red).
Pemahaman yang demikian bukanlah hal yang mudah sebab selama ini telah terpatri pandangan bahwa laki-laki lebih unggul dibanding perempuan, dan pernikahan sirri tetap sah secara agama. Membangun mindset masyarakat tentang kesataraan laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan pencatatan nikah yang resmi adalah bagian dari membangun budaya masyarakat, sebuah usaha menciptakan perubahan sosial menuju masyarakat yang lebih seimbang (red). (AS).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar